Jumat, 16 Desember 2011

Siapa Mau Perhatikan Sekolah di Daerah?


Sekolah di daerah kurang mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah. Nyatanya, masih banyak sekolah di daerah yang anak didiknya belajar di lantai atau satu kelas dibagi dua pembelajaran sehingga peserta didik kurang konsentrasi belajar.
Ini masalah waktu saja sehingga akhirnya pemerintah melihat juga kesenjangan pendidikan di daerah dengan di kota.
– Dewi Susanti
“Saya rasa, perhatian untuk sekolah di daerah bisa datang dari siapa saja,” ujar Dewi Susanti, Project Manager Program Pelita Pendidikan, di Jakarta. Program Pelita Pendidikan adalah

Pendidikan Kita Masih “Dihantui” Krisis


Pendidikan di Indonesia saat ini masih mengalami krisis, baik krisis secara logistik maupun fungsional. Keduanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Pendidikan yang mengurung mereka di dalam kelas dan membuat mereka takut menghadapi kenyataan di lapangan.
– Paulus Wirutomo
Demikian diungkapkan Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, dalam diskusi publik “RAPBN 2011: Anggaran, Proyeksi Pengembangan Bangsa”, di Jakarta, Kamis (12/8/2010). Paulus mengatakan, krisis logistik menyangkut masalah pendanaan dan fasilitas, sementara krisis fungsional menyoal pada tujuan hakiki dari pendidikan itu sendiri.
“Tujuan hakiki pendidikan adalah membebaskan diri dari kebodohan, kemiskinan, memberikan kemandirian, mengembangkan kesadaran tentang

Yang Miskin Susah Kuliah…!!!


Sejumlah mahasiswa dari keluarga miskin terancam tidak bisa kuliah di Universitas Jember (Unej), Kabupaten Jember, Jawa Timur, karena tidak memiliki biaya daftar ulang.
“Saya sudah ajukan surat permohonan toleransi perpanjangan waktu membayar biaya daftar ulang, namun pihak Rektorat selalu berbelit-belit.!”
– Ahmad Ainun Nadjib
Ahmad Ainun Nadjib dan Hermawan Bagus, misalnya. Meskipun lolos pada seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN), keduanya tidak bisa melakukan daftar ulang

Kamis, 15 Desember 2011

Awas, “Culture Shocked”!

Setiap tahun pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan studinya ke luar negeri meningkat sebesar 20 persen. Negara-negara yang banyak diminati para pelajar tersebut antara lain Inggris, Australia, China, Amerika Serikat, Singapura, serta Malaysia.
Ketiga melakukan persiapan mental, mempelajari bahasa asing serta pengetahuan tentang negara tujuan studi.
– Harianto
Demikian diungkapkan Ketua Ikatan Konsultan Pendidikan Internasional Indonesia (IKPII) Harianto, di acara

Mari, Kembali ke Tujuan Murni Pendidikan

 

Pendidikan dan pengajaran yang telah diselenggarakan saat ini belum berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin nasional yang tangguh melaksanakan dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Pada tataran kenegaraan, peran negara sebagai “Negara Pengurus” yang harus melaksanakan good governance masih jauh untuk dikatakan berhasil.
Tugas utama pendidikan kita adalah membina watak, membangun karakter. Lebih khusus dari itu, adalah

Nikmat dan Indahnya Pendidikan

 

Menjadi siswa sebuah sekolah bertaraf internasional dan tinggal di asrama, jauh dari benak siswa tertentu, apalagi yang ”cuma” anak pedagang di kantin sekolah atau supir dan penjaja kue-kue kering di pasar. Membayangkan untuk melanjutkan bersekolah seusai lulus SMP pun tidak pernah ada di pikiran para pencetak masa depan itu.
Kenapa, karena mungkin kita semua tidak akan menutup mata, atau memang ada yang sengaja menutup mata dengan pelbagai macam dalih tentang  Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) tersebut. Ada beberapa RSBI yang awalnya memang digratiskan untuk siswa-siswa berprestasi namun

Guru, elemen yang terlupakan


Pendidikan Indonesia selalu gembar-gembor tentang kurikulum baru...yang katanya lebih oke lah, lebih tepat sasaran, lebih kebarat-baratan...atau apapun. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dengan mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.

Di balik perubahan kurikulum yang terus-menerus, yang kadang kita gak ngeh apa maksudnya, ada elemen yang benar-benar terlupakan...Yaitu guru! Ya, guru di Indonesia hanya 60% yang layak mengajar...sisanya, masih perlu pembenahan. Kenapa hal itu terjadi?

Gelar....Mabuknya Pendidikan


Sekali lagi, Indonesia dihadapkan pada kasus yang mencoreng nama pendidikan. Kasus jual beli gelar yang dipraktekkan oleh IMGI. Cara memperoleh gelar ini sangatlah mudah, Anda tinggal menyetor 10-25 juta, dan Anda dapat gelar yang Anda inginkan..Tinggal pilih...apakah S1, S2, atau S3....benar-benar edan! Sebagian orang mabuk kepayang akan nilai gelar yang memabukkan. Dan tidak tanggung-tanggung yang pernah membeli gelar dari IMGI ini...sekitar 5000 orang.

Ini adalah protet buram masyarakat Indonesia yang memuja gelar melampaui batas. Dengan titel, seakan-akan masa depan

Hakikat Pendidikan

 

Apa sih hakikat pendidikan? Apakah tujuan yang hendak dicapai oleh institusi pendidikan?

Agak miris lihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperi pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming : lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar, dsb. Apa yang bisa diharapkan dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki hajar dewantoro mungkin bakal menangis lihat kondisi pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (seperti yang masih tertulis di UUD 43, bah!), tapi lebih mirip mesin usang yang mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya.

Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola pikir "buruh" lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid. Dan semuanya hanya demi satu kata

Sekolah Global di Desa Kecil Kalibening


FINA Af'idatussofa (14) bukan siswa sekolah internasional dan bukan anak orang berada. Ia lahir sebagai anak petani di Desa Kalibening, tiga kilometer perjalanan arah selatan dari kota Salatiga menuju Kedungombo, Jawa Tengah. Karena orangtuanya tidak mampu, ia terpaksa melanjutkan sekolah di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah di desanya. Namun, dalam soal kemampuan Fina boleh dipertandingkan dengan siswa sekolah-sekolah mahal yang kini menjamur di Jakarta.

MESKI bersekolah di desa dan menumpang di rumah kepala sekolahnya, bagi Fina internet bukan hal yang asing. Ia bisa mengakses internet kapan saja. Setiap pagi berlatih bahasa Inggris

Diskriminasi Pendidikan


Diambil dari pendidikanmurah
---------------------------------------------------------------

Rasa-rasanya rasa muakku sudah sampai pada puncaknya.

Setelah membaca rubrik Humaniora di harian Kompas edisi hari ini, aku menjadi semakin jengkel saja dengan kebijakan sistem pendidikan di Indonesia yang kian lama kian wagu saja. Akhir-akhir ini rubrik Humaniora Kompas memang banyak menyoroti tentang kondisi pendidikan di Indonesia. Diawali dengan pemberitaan mengenai ide cemerlang dari salah seorang ketua RW di salah satu desa di Sala Tiga yang dengan kreatifnya menggagas sebuah sekolah alternatif untuk siswa SLTP dengan konsep sekolah terbukanya sampai pada kegilaan mungkin lebih tepat jika disebut kebodohan

Kapitalisme Pendidikan

 

Sudah rahasia umum jika pendidikan sekarang sangat mahal. Yah seperti kata buku, orang miskin dilarang sekolah! Memprihatinkan, tapi itulah kenyataannya. Masuk TK saja bisa mencapai ratusan ribu maupun jutaan rupiah, belum lagi kalo masuk SD-SMP-SMA-Universitas yang favorit. Kalau dihitung, seseorang yang masuk TK sampai dengan universitas yang favorit akan menghabiskan 100 juta lebih. Wow!
Sekolah memang harus mahal, itulah stigma yang tertanam

Solusi Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan

Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia secara Khusus

Masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara khusus, yakni :
 
1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26%

Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:
1. Efektifitas Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah

Kualitas Pendidikan di Indonesia

Kualitas Pendidikan di Indonesia
Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak guru-guru berpengalaman yang pensiun.
Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang.

Kebobrokan Pendidikan di Indonesia

Kebobrokan Pendidikan di Indonesia

Tim investigasi Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional menemukan kecurangan pada tingkat sekolah saat digelar ujian nasional tingkat SMA dan SMP April lalu. Investigasi dilakukan di sembilan daerah antara lain Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Sumatra Barat, Maluku Utara, Jawa Timur, Banten, Nusatenggara Barat dan Sumatra Utara. Hasil investigasi tersebut diumumkan Jumat (4/5) setelah menelaah 37 kasus kecurangan yang dilaporkan pada Depdiknas.[Metrotvews.com]

Mungkin cukilan berita di atas hanyalah sebagian dari kasus yang terjadi pada Ujian Akhir Nasional (UAN) 2011 minggu kemarin.

Kebobrokan Pendidikan di Indonesia

Tim investigasi Inspektorat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional menemukan kecurangan pada tingkat sekolah saat digelar ujian nasional tingkat SMA dan SMP April lalu. Investigasi dilakukan di sembilan daerah antara lain Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Sumatra Barat, Maluku Utara, Jawa Timur, Banten, Nusatenggara Barat dan Sumatra Utara. Hasil investigasi tersebut diumumkan Jumat (4/5) setelah menelaah 37 kasus kecurangan yang dilaporkan pada Depdiknas.[Metrotvews.com]



Mungkin cukilan berita di atas hanyalah sebagian dari kasus yang terjadi pada Ujian Akhir Nasional (UAN) 2008 minggu kemarin. Dalam beberapa media, banyak sekali diberitakan mengenai kasus yang serupa. Pembocoran UAN terjadi di mana-mana, tidak hanya di kota-kota besar, tetapi daerah-daerah pedalaman pun banyak juga diberitakan kasus

Rabu, 14 Desember 2011

Strategi dan Cara Memotivasi Siswa

 

Motivasi belajar siswa merupakan  hal yang amat penting bagi pencapaian kinerja atau prestasi belajar siswa. Dalam hal ini, tentu saja menjadi tugas dan kewajiban guru untuk senantiasa dapat  memelihara dan meningkatkan motivasi belajar siswanya. Meminjam pemikiran dari  USAID DBE3 Life Skills for Youth, berikut ini beberapa ide yang dapat digunakan oleh guru untuk memotivasi siswa di dalam kelas.
Tips  Memotivasi Siswa untuk Belajar
1. Gunakan metode dan kegiatan yang beragam
Melakukan hal yang sama secara terus menerus bisa menimbulkan kebosanan dan menurunkan semangat belajar. Siswa yang bosan cenderung akan mengganggu proses belajar. Variasi akan membuat siswa tetap konsentrasi dan termotivasi. Sesekali mencoba sesuatu yang berbeda dengan menggunakan metode

Peran Guru sebagai Motivator dalam KTSP

Sejalan dengan pergeseran makna pembelajaran dari pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher oriented) ke pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student oriented), maka peran guru dalam proses pembelajaran pun mengalami pergeseran, salah satunya adalah penguatan peran guru sebagai motivator.
Peran Guru sebagai Motivator
Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa, sehingga terbentuk perilaku belajar siswa yang efektif.
Dalam perspektif manajemen maupun psikologi, kita dapat menjumpai beberapa teori tentang

Ciri-Ciri Guru Konstruktivis


Ciri-Ciri Guru Konstruktivis
Menurut Brooks & Brooks (Iim Waliman, dkk. 2001) terdapat beberapa ciri yang menggambarkan seorang guru yang konstruktivis dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa, yaitu:  
  1. Guru mendorong, menerima inisiatif dan kemandirian siswa.
  2. Guru menggunakan data mentah sebagai sumber utama pada fokus materi pembelajaran.
  3. Guru memberikan tugas-tugas kepada siswa yang terarah pada pelatihan kemampuan mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan menciptakan.
  4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguraikan isi pelajaran dan mengubah strategi belajar mengajar.
  5. Guru melakukan penelusuran pemahaman siswa terhadap suatu konsep sebelum memulai pembelajaran.
  6. Guru mendorong terjadinya

Jumat, 09 Desember 2011

Profesionalisme Guru

PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU
YANG BERKELANJUTAN


I. PEDAHULUAN

A. DASAR PEMIKIRAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,   Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan, maka diperlukan rambu-rambu bimbingan teknis bagi guru untuk pengembangan profesionalisme yang berkelanjutan.
Akhir-akhir ini banyak pihak menyatakan bahwa kualitas guru kita rendah, kesejahteraan yang diterima guru kurang memadai, dan diskriminasi status guru. Apakah pekerjaan yang disandang guru suatu profesi? Padahal guru mengemban tugas sebagaimana dinyatakan dalam pasal 39 Ayat 1 UUSPN Tahun 2003 bahwa: ”Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan”. Ayat 2. ”Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,melakukan pembimbingan dan pelatihan……..”

Minggu, 21 Agustus 2011

Plagiat Doktoral dan Guru Besar Marak

Plagiat Doktoral Dan Guru Besar Marak


Depdiknas Kurang Ketat Menyeleksi Karya Ilmiah
Gara-gara tergiur tunjangan dan terbuai status guru besar, kasus plagiat karya Ilmiah semakin marak di sejumlah perguruan tinggi. Apalagi, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) tidak ketat menyeleksi karya ilmiah dari sejumlah kandidat doktor maupun guru besar.
MENCUATNYA kasus plagiat karya ilmiah yang dilakukan dosen perguruan tinggi guna memperoleh gelar akademik seperti doktor maupun guru besar membuat Depdiknas kebakaran jenggot”. Mendiknas Muhammad Nuh akhirnya angkat bicara mengenai kasus ini.