Menjadi siswa sebuah sekolah bertaraf internasional dan tinggal di asrama, jauh dari benak siswa tertentu, apalagi yang ”cuma” anak pedagang di kantin sekolah atau supir dan penjaja kue-kue kering di pasar. Membayangkan untuk melanjutkan bersekolah seusai lulus SMP pun tidak pernah ada di pikiran para pencetak masa depan itu.
Kenapa, karena mungkin kita semua tidak akan menutup mata, atau memang ada yang sengaja menutup mata dengan pelbagai macam dalih tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) tersebut. Ada beberapa RSBI yang awalnya memang digratiskan untuk siswa-siswa berprestasi namun
semua itu berubah menjadi berbiaya tinggi karena dukungan dana dari pemerintah provinsi yang mandek dan terlalu banyak potongan ~mungkin~.
Ada beberapa sekolah SBI yang mematok akses untuk masuk ke sekolah tersebut itu akhirnya terbatas buat yang berkantong tebal. Untuk uang pangkal saja Rp 5 juta, lalu uang asrama dan sekolah Rp 1,5 juta per bulan.
”Dari awal sekolah ini inginnya gratis, supaya siswa berprestasi bisa mendapat pendidikan yang terbaik. Mereka bisa membuat persaingan dalam bidang pendidikan dan harapannya lahir pemimpin berkualitas dari sekolah ini. Tetapi, ada pergantian pemerintah daerah, ya misinya belum nyambung lagi,” kata Hidayat, Kepala SMAN 10 (RSBI). Salah satu sekolah SBI yang akhirnya mematok range tinggi terhadap siswanya.
Kabar baik akhirnya berembus juga ke SMAN 10 Melati Samarinda yang menerapkan belajar dengan sistem satuan kredit semester (SKS) itu. Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak ingin kembali menjadikan sekolah ini sebagai tempat mendidik bibit-bibit unggul.
Bangun Suprapto, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, mengatakan, tahun lalu pemerintah provinsi sudah mengalokasikan 100 beasiswa penuh bagi 150 siswa baru per tahun. ”Utamanya untuk siswa berprestasi dari keluarga tidak mampu,” ujar Bangun.
Sekolah bertaraf internasional berasrama bagi siswa tak mampu juga dilakukan Sampoerna Foundation sejak tahun lalu dengan menggandeng sejumlah pemerintah daerah.
Di SMAN Sumatera Selatan (Sampoerna Academy) dialokasikan beasiswa bagi 150 siswa. Akses itu juga dibuka di SMAN 10 Malang-Sampoerna Academy. Nilai beasiswa untuk tiap siswa mencapai Rp 150 juta hingga menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA.
Sarat aktivitas
Siswa-siswi di RSBI ini menjalani hari-hari yang sarat aktivitas. Kegiatan belajar di sekolah dilakukan pada pagi hingga sore hari. Suasana belajar tidak konvensional. Dengan menerapkan sistem SKS, siswa dapat menyesuaikan kecepatan belajar dengan kemampuannya. Siswa belajar di ruang kelas yang berbeda sesuai mata pelajarannya.
Siswa di sini mesti mampu mencapai nilai minimal 7,5 untuk tiap mata pelajaran. Jika belum bisa mencapai nilai tersebut, siswa harus remedial.
Pembelajaran tidak cuma ditekankan pada intelektualitas semata. Pengembangan diri siswa dilakukan secara tematik, seperti pada minggu pertama, pengembangan kemampuan ilmiah; minggu kedua, kegiatan outbond; minggu ketiga, gelar bakti soial; dan minggu keempat, siswa diberi izin pesir pada hari Sabtu-Minggu.
Sebagai sekolah RSBI, sekolah memasukkan muatan materi penilaian dari Cambridge Examination International. Penyampaian mata pelajaran Sains dan Matematika disampaikan secara bilingual.
Selain bahasa Inggris yang memang wajib dikuasai siswa dan guru, penguasaan bahasa Jepang juga dibudayakan di sekolah ini. Di plang-plang yang ada di ruangan, tertulis dalam dua bahasa, yakni Inggris dan Jepang.
Dari sekolah yang gagasan awalnya untuk melahirkan calon pemimpin yang berkualitas tanpa pandang bulu status strata sosial itu, asa bagi masyarakat tak mampu kembali terbuka. Asal ada komitmen yang kuat dari pemerintah daerah, pendidikan berkualitas, sebut saja sekolah bertaraf internasional berasrama, tidak hanya dapat dinikmati kaum berpunya.
Baca dari wiki bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Kenapa, karena mungkin kita semua tidak akan menutup mata, atau memang ada yang sengaja menutup mata dengan pelbagai macam dalih tentang Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) tersebut. Ada beberapa RSBI yang awalnya memang digratiskan untuk siswa-siswa berprestasi namun
semua itu berubah menjadi berbiaya tinggi karena dukungan dana dari pemerintah provinsi yang mandek dan terlalu banyak potongan ~mungkin~.
Ada beberapa sekolah SBI yang mematok akses untuk masuk ke sekolah tersebut itu akhirnya terbatas buat yang berkantong tebal. Untuk uang pangkal saja Rp 5 juta, lalu uang asrama dan sekolah Rp 1,5 juta per bulan.
”Dari awal sekolah ini inginnya gratis, supaya siswa berprestasi bisa mendapat pendidikan yang terbaik. Mereka bisa membuat persaingan dalam bidang pendidikan dan harapannya lahir pemimpin berkualitas dari sekolah ini. Tetapi, ada pergantian pemerintah daerah, ya misinya belum nyambung lagi,” kata Hidayat, Kepala SMAN 10 (RSBI). Salah satu sekolah SBI yang akhirnya mematok range tinggi terhadap siswanya.
Kabar baik akhirnya berembus juga ke SMAN 10 Melati Samarinda yang menerapkan belajar dengan sistem satuan kredit semester (SKS) itu. Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak ingin kembali menjadikan sekolah ini sebagai tempat mendidik bibit-bibit unggul.
Bangun Suprapto, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, mengatakan, tahun lalu pemerintah provinsi sudah mengalokasikan 100 beasiswa penuh bagi 150 siswa baru per tahun. ”Utamanya untuk siswa berprestasi dari keluarga tidak mampu,” ujar Bangun.
Sekolah bertaraf internasional berasrama bagi siswa tak mampu juga dilakukan Sampoerna Foundation sejak tahun lalu dengan menggandeng sejumlah pemerintah daerah.
Di SMAN Sumatera Selatan (Sampoerna Academy) dialokasikan beasiswa bagi 150 siswa. Akses itu juga dibuka di SMAN 10 Malang-Sampoerna Academy. Nilai beasiswa untuk tiap siswa mencapai Rp 150 juta hingga menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA.
Sarat aktivitas
Siswa-siswi di RSBI ini menjalani hari-hari yang sarat aktivitas. Kegiatan belajar di sekolah dilakukan pada pagi hingga sore hari. Suasana belajar tidak konvensional. Dengan menerapkan sistem SKS, siswa dapat menyesuaikan kecepatan belajar dengan kemampuannya. Siswa belajar di ruang kelas yang berbeda sesuai mata pelajarannya.
Siswa di sini mesti mampu mencapai nilai minimal 7,5 untuk tiap mata pelajaran. Jika belum bisa mencapai nilai tersebut, siswa harus remedial.
Pembelajaran tidak cuma ditekankan pada intelektualitas semata. Pengembangan diri siswa dilakukan secara tematik, seperti pada minggu pertama, pengembangan kemampuan ilmiah; minggu kedua, kegiatan outbond; minggu ketiga, gelar bakti soial; dan minggu keempat, siswa diberi izin pesir pada hari Sabtu-Minggu.
Sebagai sekolah RSBI, sekolah memasukkan muatan materi penilaian dari Cambridge Examination International. Penyampaian mata pelajaran Sains dan Matematika disampaikan secara bilingual.
Selain bahasa Inggris yang memang wajib dikuasai siswa dan guru, penguasaan bahasa Jepang juga dibudayakan di sekolah ini. Di plang-plang yang ada di ruangan, tertulis dalam dua bahasa, yakni Inggris dan Jepang.
Dari sekolah yang gagasan awalnya untuk melahirkan calon pemimpin yang berkualitas tanpa pandang bulu status strata sosial itu, asa bagi masyarakat tak mampu kembali terbuka. Asal ada komitmen yang kuat dari pemerintah daerah, pendidikan berkualitas, sebut saja sekolah bertaraf internasional berasrama, tidak hanya dapat dinikmati kaum berpunya.
Baca dari wiki bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Masih susah dan tidak nikmat lagi kah untuk mendapatkan pendidikan ?!?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar